Archive for March 2017
PADA suatu hari, datanglah delegasi dari Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat) ke Presiden Sukarno. Mereka menyampaikan maksud untuk
membangun patung Multatuli alias Eduard Douwes Dekker penulis roman Max
Havelaar yang masyhur itu. Tanpa diduga Bung Karno malah balik bertanya,
“Kenapa Multatuli? Kenapa bukan patung Henk Sneevliet saja?”
Tak jelas kelanjutan cerita itu sampai di mana. Beberapa
pegiat Lekra memang berafiliasi dengan akademi sastra Multatuli. Apakah patung
tersebut hendak didirikan berkaitan dengan akademi sastra Multatuli? Entahlah.
Satu yang pasti, usulan tersebut agaknya tak pernah terwujud dan lagipula,
sampai hari ini, tak pernah kita temukan di mana patung Multatuli itu berada.
Begitu pula dengan patung Henk Sneevliet, gagasan Presiden Sukarno.
Anjuran membangun patung Henk Sneevliet ketimbang patung
Multatuli tak berarti Bung Karno sedang menempatkan Sneevliet lebih tinggi dari
Multatuli, begitu pula sebaliknya. Karena pada kenyataannya pemikiran dua tokoh
Belanda itu akrab dalam pikiran Bung Karno. Bukan sekali-dua Bung Karno
mengutip pemikiran Multatuli dan juga Henk Sneevliet. Dalam pidato pembelaannya
yang terkenal di hadapan pengadilan negeri di Bandung pada 1930, Bung Karno
mengutip Multatuli untuk menjelaskan konteks perbandingan imperialisme dengan
sistem tanam paksa yang pernah berlangsung di Indonesia.
Donwlaod full Ebook Klik Link Di bawah Ini :
Donwlaod Ebook Soekarno, Marxisme, dan Bahaya Pemfosilan
Orang yang skeptis akan segera memotong: untuk apa kaum
Marxis berteologi? Bukankah bagi Marx agama itu candu? Bagaimana mungkin
materialisme historis dan materialisme dialektis mengakomodasi teologi? Segala
pertanyaan skeptis tentang teologi Marxis dapat dipilah menjadi dua jenis:
pertama, berkaitan dengan konsistensinya terhadap pemikiran Marx yang
‘ateistik’ dan ilmiah; kedua, berkenaan dengan kegunaannya bagi praxis
emansipasi. Kita akan mengupasnya mulai dari yang pertama.
Penerimaan atas Marxisme tidak mensyaratkan penolakan total
atas agama. Artinya, Marxisme tidak mengharuskan kita untuk menganut ateisme.
Apa yang ditolaknya adalah konsepsi tertentu tentang Tuhan, yakni konsepsi
realis ante rem tentangnya. Realisme ante rem tentang Tuhan merupakan pengakuan
atas keberadaan substansi imaterial yang terpisah atau transenden dari alam
semesta sebagai substansi material. Pandangan macam itu menuntut kita menganut
dualisme substansi (mengakui adanya substansi material dan imaterial) yang
sukar direkonsiliasikan dengan semangat ilmiah dari Marxisme. Sebabnya,
semangat ilmiah sains modern yang menjadi dasar Marxisme, berpegang pada
konsepsi realisme in re, yakni pengertian bahwa segala yang imaterial hanya
mungkin terlembagakan sebagai sifat (property) dari substansi material. Oleh
karenanya, pengertian ante rem (transenden) tentang Tuhan, yang lazimnya
terdapat dalam agama-agama wahyu, tidak konsisten dengan Marxisme.
Namun pengertian semacam itu bukanlah satu-satunya pengertian
yang bisa direkonsiliasikan dengan ajaran agama-agama wahyu. Kita bisa juga
menganut agama-agama wahyu sembari menjadi Marxis dengan cara bersikap
fiksionalis terhadap keberadaan Tuhan. Fiksionalisme dalam arti ini adalah
pandangan bahwa Tuhan, sebagai substansi immaterial, ada sejauh dinyatakan
demikian dalam narasi religius tertentu, dan tidak ada di luarnya. Artinya,
Tuhan ada sebagai entitas kultural, yakni objek yang dinyatakan keberadaannya
oleh konvensi sosio-kultural tertentu, atau sebagai entitas mental, sebagai
objek kepercayaan. Ini adalah semacam ateisme yang lunak: suatu sikap ateistik
yang diplomatis.
Donwlaod Full Ebook Klik Link Di Bawah Ini :
Donwlaoad Ebook Marxisme dan Ketuhanan Yang Maha Esa
Buku ini ditulis setelah Tan Malaka baru saja dua tahun
sebelumnya, ialah tahun 1919, kembali dari Negeri Belanda belajar di
Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) di Haarlem untuk menjadi guru
mengajar anak-anak buruh perkebunan Senebah Mij, Deli Serdang, Sumatera Timur,
dan kemudian pindah ke Semarang tahun 1921, bergerak dalam bidang pendidikan
rakyat sebagai guru sekolah yang didirikan oleh Sarekat Islam Semarang dan VSTP
(Sarekat Buruh Kereta Api), yang dipimpin oleh Semaun.
Sesuai dengan masa penulisannya dan usia penulisnya, maka isi dan
sifat buku ini berlaku sebagai pengenalan sejarah badan legislatif, pendalaman
hakekat masalahnya dan perkembangannya, serta perbandingan dan peneracaan untuk
Indonesia dalam kerangka sejarah politik dan kepartaian yang ada, dengan
kacamata penglihatan 1921.
Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal di atas ini,
pembaca akan dapat memahami isi buku ini sesuai dengan keadaan zamannya dan
proporsi tingkat pertumbuhan pikiran penulisnya.
Karena keadaan berkembang terus sesuai dengan kodrat dan hukum
sejarah. Dan pikiran Tan Malaka juga tidak berhenti sampai di situ saja,
melainkan menjadi makin matang dan makin kaya sejalan dengan pertumbuhan
pengalamannya dan keadaan sekelilingnya, di dalam maupun di luar Indonesia.
Hindia Belanda tidak memberi kesempatan Tan Malaka mengembangkan diri di tanah
airnya sendiri.
Donwload Full Ebook Klik Link Di Bawah Ini :
Donwload Ebook Tan Malaka : Parlemen Atau Soviet
Buku ini ditulis oleh Tan
Malaka saat berada di Kanton, Cina 1925, tiga tahun sebelum sumpah pemuda. Bagi
saya memang harus membaca dengan semangat agar bisa paham, bila perlu dibaca
berulang. Kita akan sedikit mendapat gambaran mengenai usaha dan strategi
pemikiran Tan Malaka untuk mencapai Repubik Indonesia.
Secara sekilas, pengantar
dari Kholid O. Santosa bisa memberikan kita sedikit gambaran mengenai pemikiran
Tan Malaka. Pada prinsipnya, perjuangan yang tertuang dalam pemikiran-pemikiran
di buku ini terpusat untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Namun, untuk
mencapai kemerdekaan tersebut, ia menginginkan adanya perombakan besar pada
beberapa bidang kehidupan masyarakat, baik politik, sosial, ekonomi, maupun
budaya.
Tan Malaka berkeyakinan
bahwa pasca pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan setelah diraihnya
kemerdekaan, bentuk pemerintahan Indonesia yang tepat adalah Republik. Namun,
bentuk Republik sebagaimana pemikiran Tan Malaka ini tidak seperti bentuk
Republik yang menganut sistem Trias Politika. Akan tetapi, negara Republik
harus dikelola oleh sebuah organisasi.
Donwload Full Ebook Klik
Link Di Bawah Ini :
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosETTVuVUlhOERFdTQ/view
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosETTVuVUlhOERFdTQ/view
Donwload Ebook Tan Malaka : Menuju Republik Indonesia
Ebook
ini berisikan kisah kehidupan dan pandangan Mahatma Gandhi yang luas dan
mendalam tentang kehidupan manusia secara menyeluruh.
Banyak
hal yang diutaakan dalam ebook ini antara lain tentang Agama dan Kebenaran,
cara dan tuujuan, bagaimana mengendalikan diri, apa itu perdamaian dunia, beda
manusia dengan mesin, bahwa kemiskinan ada ditengah-tengah kelimpahan, demokrasi
dan rakyat, pendidikan, kaum wanita serta serba-serbi pandangan Mahatma Gandhi
Lainnya. Semua ini secara lengkap dipaparkan dalam ebook ini. Semoga Ebook ini bermanfaat
bagi kita semua.
Donwload
Full Ebook Klik Link Di Bawah ini :
Donwload Ebook Mahatma Gandhi : Semua Manusia Bersaudara
Dalih
Pembunuhan Massal memang dikenal sebagai karya literatur peristiwa Gerakan 30
September yang paling otoritatif atau dipandang layak jadi rujukan. Hanya Tuhan
rasanya yang benar-benar bisa menilai validitas dari semua buku G 30 S yang
pernah beredar, tapi John Roosa setidaknya memang paling berhasil menghasilkan
ulasan yang meyakinkan. Inilah yang kemudian saya sebut bagaimana sebuah buku
sejarah seharusnya dituliskan. Pemaparan fakta yang komprehensif diiringi
dengan analisis yang tajam dan berani.
Sesuai
tajuknya, buku ini mencoba mengusut siapa pelaku utama sebenarnya di balik G 30
S. Sebelumnya, dengan cermat Roosa sudah menjernihkan terlebih dahulu perbedaan
antara peristiwa G 30 S dan tragedi pasca G 30 S. Keduanya kerap dicampur baur,
padahal jelas berbeda. Untuk aksi genosida atau pembunuhan besar-besaran tak
pandang bulu terhadap simpatisan maupun terduga simpatisan PKI pasca G 30 S,
hampir semua sudah tahu siapa dalangnya. Namun, yang kemudian masih tanda tanya
dan coba diselidiki lewat Dalih Pembunuhan Massal ini adalah sepenuhnya perihal
seluk beluk G 30 S itu sendiri.
Donwload
Full Ebook Klik Link Di Bawah Ini :
Donwload Ebook John Roosa : Dalih Pembunuhan Massal
Dan
bukan saja di dalam dua macam itu imperialisme bisa kita bagikan,–imperiaisme
juga bisa kita bagikan dalam imperialisme-tua dan imperialisme-modern. Bukankah
besar bedanya imperialismetua bangsa Portugis dan Spanyol atau East India
Company Inggris atau Oost Indische Compagnie Belanda dalam abad ke-16, 17 dan
18— dengan imperialisme-modern yang kita lihat dalam abad ke-19 atau 20,
imperialisme-modern yang mulai menjalar ke mana-mana sesudah kapitalisme-modern
bertakhta kerajaan di benua Eropa dan di benua Amerika Utara?
Imperialisme-modern,
–imperialisme-modern yang kini merajalela di seluruh benua dan kepulauan Asia
dan yang kini kami musuhi itu,– imperilisme-modern itu adalah anak
kapitalisme-modern. Imperialisme-modern pun sudah mempunyai
perpustakaan,–tetapi belum begitu terkenal di dalam arti-artinya dan
rahasia-rahasianya sebagai soal kapitalisme. Imperialisme-modern itu, oleh
karenanya, Tuan-tuan Hakin, mau kami dalilkan artinya agak lebar sedikit dari
buku-buku satu dua. Kami tidak akan mendalilkan buku Sternberg
“Der-Imperialismus” yang walau sangat menarik hati dan tinggi ilmu toh roda
“kering” untuk mendengarkannya, –kami mendalilkan Mr. Pieter Jalles Troelstra,
pemimpin Belanda yang baru wafat, yang menulis: [i]
Donwload
Full Ebook Klik Link di Bawah Ini :
Donwload Ebook Soekarno : Indonesia Menggugat
Masalah negara sekarang ini
memperoleh arti penting yang khusus baik di bidang teori maupun di bidang
politik praktis. Perang imperialis telah sangat mempercepat dan memperhebat
proses kapitalisme monopoli menjadi kapitalisme monopoli-negara. Penindasan
yang mengerikan atas massa pekerja keras oleh negara, yang makin lama makin
erat berpadu dengan perserikatan-perserikatan kapitalis yang mahakuasa, menjadi
lebih mengerikan lagi. Negeri-negeri yang maju sedang berubah --kita berbicara
tentang "daerah belakang" mereka--menjadi penjara-penjara kerja
paksa-militer bagi kaum buruh.
Kengerian dan bencana yang
tiada taranya yang diakibatkan perang yang berlarut-larut membuat keadaan massa
tidak tertanggungkan dan memperhebat kemarahan mereka. Revolusi proletar
internasional jelas sedang mematang. Masalah hubungannya dengan negara
memperoleh arti penting praktis.
Donwload Full Ebook Klik
Link di Bawa ini :
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosEbkw3R1JjcmY3Wnc/view
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosEbkw3R1JjcmY3Wnc/view
Donwload Ebook Lennin : Negara Dan Revolusi
“Ingatlah bahwa dari dalam
kubur suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”. (Tan Malaka)
Tan melukis revolusi
Indonesia dengan bergelora. Sukarno pernah menulis testamen politik yang berisi
wasiat penyerahan kekuasaan kepada empat namasalah satunya Tan Malaka apabila
Bung Karno dan Bung Hatta mati atau ditangkap.
…jika saya tiada berdaya
lagi, maka saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah
mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka, kata Sukarno. Tapi di masa
pemerintahan Sukarno pula Tan dipenjara dua setengah tahun tanpa pengadilan.
Kisah Tan Malaka adalah satu
dari empat cerita tentang pendiri republik: Sukarno, Hatta, Tan Malaka, dan
Sutan Sjahrir. Serial buku ini mereportase ulang kehidupan keempatnya. Mulai
dari pergolakan pemikiran, petualangan, ketakutan hingga kisah cinta dan cerita
kamar tidur mereka.
Baca selengkapnya klik link download
di bawah :
Donwload Ebook Tan Malaka : Bapak Republik Yang Dilupakan
Pemikiran Soekarno tentang "Mencapai Indonesia Merdeka"
dan lain-lain yang berkenaan dengan masa depan Indonesia ini dimuat berbagai
surat kabar, antara lain, Suluh Indonesia Muda, Panji Islam, dan Pikiran
Rakyat.
Penerbitan --- dengan memuat beberapa tulisan yang dianggap
relevan antara tulisan yang satu dengan tulisan yang lainnya ini, dimaksudkan
untuk mempermudah segenap anak bangsa untuk memahami pikiran-pikiran Presiden
Pertama Republik Indonesia tersebut secara langsung.
Karya ini, sebagaimana dikatakan oleh Soekarno sendiri hanya
merupakan risalah atau karangan ringkas, tetapi memiliki nilai sejarah yang
amat penting untuk dijadikan bahan kajian bagi yang berminat terhadap sejarah
politik Indonesia.
Donwload Full Ebook klik link di bawah ini :
Donwload Ebook Soekarno : Mencapai Indonesia Merdeka
Semangat Muda ditulis oleh Tan Malaka sebagai
panduan gerakan rakyat yang dipimpin oleh kaum Buruh sebagai avangarde dari
perjuangan menuju ke kemerdekaan. Dalam aksi melawan imperialisme kolonial
Belanda diperlukan adanya konsep persatuan, persatuan yang mencakup semua
golongan, semua lapisan masyarakat. Namun dalam prakteknya Tan Malaka menunjuk
kaum buruh tampil sebagai pimpinan dengan alasan buruh lebih mudah terorganisir
dan lebih murni pemikirannya.
Donwload Full Ebook klik link di bawah ini :
Donwload Ebook Tan Malaka : Semangat Muda
KATA PENGANTAR
Sudah kepinggir kita
terdesak!
Sampailah konon
sisa-ruangan yang tinggal bagi kita dalam hal politik, ekonomi, keuangan, dan
kemiliteran.
Inilah hasilnya lebih
dari pada dua tahun berunding!
Lenyaplah sudah
persatuan Rakyat untuk menentang kapitalisme-imperialisme! Lepaslah sebagian
besar daerah Indonesia ke bawah kekuasaan musuh. Kembalilah sebagian besar
bangsa Indonesia ke bawah pemerasan-tindasan Belanda. Berdirilah pelbagai
Negara boneka dalam daerah Indonesia, yang boleh diadu-dombakan satu dengan
lainnya! Kacau-balaulah perekonomian dan keuangan dalam daerah Republik sisa.
Akhirnya, tetapi tak kurang pula pentingnya terancamlah pula Tentara Republik oleh
tindakan REORGANISASI DAN RATIONALISASI yang dalam hakekatnya menukar Tentara
Republik menjadi tentara Kolonial: SATU TENTARA TERPISAH DARI RAKYAT UNUTK
MENINDAS RAKYAT ITU SENDIRI.
Alangkah besar
perbedaannya keadaan sekarang dengan keadaan pada enam bulan permulaan
Revolusi!
Dikala itu 70 juta
Rakyat Indonesia bertekat satu menentang kapitalisme/imperialisme! Segala alat
dan sumber kekuasaan berada di tangan Rakyat Indonesia. Semua sumber ekonomi
dipegang oleh Rakyat sendiri. Seluruhnya Rakyat serentak mengambil inisiatif
membentuk laskar dan Tentara, mengadakan penjagaan di sepanjang pantai dan di
tiap kota dan desa dan serentak-serempak mengadakan pembelaan dan penyerbuan!
Dapatkah dikembalikan
semangat 17 Agustus?
Sejarah sajalah kelak
yang bisa memberi jawab!
Tetapi sementara putusan
Sejarah itu dijalankan, maka kita sebagai manusia dan anggota masyarakat ini
tak boleh diam berpangku tangan saja melihat gelombang memukul-mukul geladak
Kapal Negara, yang sedang terancam karam itu.
Saya rasa salah satunya
Daya-Upaya untuk menyelamatkan Kapal Negara yang terancam karam itu, ialah
pembentukan Laskar Gerilya dimana-mana, di darat dan di laut! Perasaan perlunya
dibentuk laskar Gerilya dimana-mana itulah yang sangat mendorong saya,
merisalah “SANG GERILYA” ini!
Malangnya sedikit,
penulis ini bukanlah seorang Ahli-Kemiliteran. cuma ada sedikit banyak bergaul
dengan prajurit di dalam ataupun di luar negeri dan memangnya selalu tertarik
oleh ilmu kemiliteran.
Pengetahuan yang dipakai
buat membentuk risalah ini adalah pengetahuan yang diperoleh dari percakapan
dengan para prajurit itu serta dari pembacaan Buku dan Majalah Kemiliteran.
Tetapi bukanlah hasil pembacaan yang masih segar-bugar. Melainkan sebagian
besarnya adalah hasil pembacaan lebih dari pada 30 tahun lampau.
Tertumbuklah kemauan
penulis ini hendak menjadi opsir di masa berusia pemuda di Eropa, pada pelbagai
halangan dan rintangan maka terbeloklah perhatian kepada pembacaan beberapa
Buku dan Majalah Militer, dalam suasana Perang-Dunia Pertama. Pengetahuan yang
diperoleh di masa itulah yang masih dipegang sekarang!
Pengetahuan itu
memangnya mendapat beberapa perubahan selama bertahun-tahun di luar Negeri.
Tetapi tinggal pengetahuan lama dan keadaan berada di antara empat tembok batu
di belakang ruji-besi ini sama sekali tak ada pustaka kemiliteran, untuk
menguji kembali pengetahuan yang dipergunakan dalam Risalah ini sebagai bahan.
Dalam keadaan begini,
maka mungkin sekali beberapa Hukum Keprajuritan, yang terpaksa dibentuk sendiri
itu kurang tepat atau kurang memadai. Tetapi mengharap dan percaya sungguh,
bahwa para Ahli dan Pahlawan akan mengambil yang baiknya saja dan akan membuang
yang buruk; seterusnya akan menambah yang kurang dan mengurangi yang berlebih.
Kami mengharap dan percaya pula, bahwa para Ahli dan Pahlawan akan memaafkan
semua kekurangan dan kesalahan kami.
Pokok perkara buat kami
dalam keadaan terpaksa terpisah dari Masyarakat ini, bukanlah terutama
MENYELESAIKAN soal Militer, sebagai bagian terpenting dari Revolusi ini, tetapi
untuk MEMAJUKAN soal ini.
Mudah-mudahan
para-teman-seperjuangan yang lebih ahli dan lebih berpengalaman dalam
keprajuritan itu, kelak akan mengambil inisiatif mengarang buku kemiliteran
itu, yang lebih sempurna. Buku semacam itu perlu sekali buat mempopulerkan
ilmu-keprajuritan di antara Rakyat serta Pemuda kita justru sekarang ini!
Perkara latihan dan
teknik Perang sengaja tiada kami majukan disini! Dalam hal ini latihan-Jepang
selama dua-tiga tahun dan teristimewa pula latihan dan teknik perang selama
dua-tiga tahun bertempur di medan peperangan Indonesia yang sesungguhnya itu,
kami rasa sudah lebih dari pada memadai, dan diketahui oleh pulu ribuan
prajurit kita sekarang.
Yang kami majukan disini
cuma beberapa Hukum-Kemiliteran yang kami rasa amat penting! Hukum Kemiliteran
itulah, disamping pengetahuan yang lain-lain tentang politik dan ekonomi yang
kami rasa harus dimiliki oleh SANG GERILYA, sebagai anggota atau pemimpin
Laskarnya.
Taktik Gerilya yang
mengacau-balaukan Tentara Napoleon di Spanyol pada abad yang lalu; taktik
Gerilya sekepal Laskar-Boor yang mengocar-kacirkan Tentara Inggris yang
kuat-modern pada permulaan abad ini di Afrika-Selatan, taktik Gerilya yang
memusing-menggila-bingungkan Tentara ber-mesinnya Fasis Jerman di Rusia pada
perang Dunia kedua yang baru lalu ini ……………. Taktik dan Laskar Gerilya adalah
senjata yang maha-tajam bagi Rakyat Miskin tertindas; bersenjata serba
sederhana saja, untuk menghalaukan musuh yang bersenjatakan modern.
Mudah-mudahan Risalah,
yang tertulis tergesa-gesa dalam keadaan serba sulit ini akan memberikan faedah
kepada pemuda/pemudi, pahlawan-perwira pembela bangsa dan Masyarakat-Murba
Indonesia Raya!
Rumah Penjara Madiun, 17
Mei 1948
Penulis
T A N M A L
A K A
Donwload Full Ebook, Klik Link di bawah ini :
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosEWEtOUDhNd3hyUVE/view
Donwload Ebook Tan Malaka : GERPOLEK
Harus diakui, persoalan ‘Aksi Bela Islam’ tidaklah sesederhana yang kita duga. Bukan karena sulitnya melihat relasi antara aktor penggerak aksi dengan elit oligarki yang mempunyai kepentingan dibaliknya. Melainkan, karena makin kaburnya peta kelompok-kelompok Islam yang terlibat di dalam kegaduhan ini. Dengan ini tidak bisa kita, misalnya, menganggap para pendukung Aksi massa sebagai ‘Islam Fundamentalis Sunni’ karena dikomando oleh FPI. Karena buktinya, tidak sedikit yang terlibat dalam aksi adalah mereka yang biasa dikelompokkan ke dalam Islam MoDerat seperti NU. Bahkan, banyak kiai dan santri NU yang terlibat di dalamnya. Berada pada posisi ini, misalnya, Kiai Makruf Amin. Selain menjabat sebagai ketua MUI, beliau juga menjabat sebagai Rais Am PBNU yang merupakan pucuk tertinggi dalam struktur PBNU. Atau kiai Salahudin Wahid, pengasuh pesantren Tebuireng.
Bagaimana kita akan mengkategorikan kedua aktor tersebut? Apakah bisa disebut sebagai Islam fundamentalis karena turut menyerukan perjuangan ‘Aksi Bela Islam’ atau sebagai Islam Moderat karena keduanya orang penting di lingkungan NU, yang oleh banyak pengamat Islam Indonesia dianggap sebagai representasi Islam Moderat? Maka, pada kasus ‘Aksi Bela Islam’, kategori-kategori yang sudah mapan seperti fundamentalis, moderat, intoleran, toleran, demokratis dan anti demokrasi menjadi sangat kabur dan tidak lagi terang batasannya.
Meski demikian, untuk memudahkan cara baca, tidak bisa tidak, kita tetap perlu menggunakan kategori-kategori meski dengan pengertian sedikit berbeda, yakni memfungsikan kategori bukan sebagai parameter dalam menilai segala persoalan atau isu yang disikapi oleh seseorang maupun kelompok, melainkan hanya secara spesifik pada isu yang tengah kita bicarakan.
Jadi, kalau kita petakan secara sederhana posisi dominan antar kelompok Islam yang terlibat dalam pro dan kontra ‘Aksi Bela Islam’ setidaknya ada dua: Pertama, Islam Politik sebagai pendukung utama aksi. Mereka menganggap apa yang sedang diperjuangkannya sebagai kewajiban moral (moral obligation) yang harus ditanggung oleh semua kaum muslim. Bahkan, salah satu argumen para kiai dan santri yang berafiliasi pada NU, yang terlibat dalam ‘Aksi Bela Islam’ mendasarkan perjuangannya pada pernyataan pendiri NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, yang kurang lebih menganjurkan umat Islam untuk turut membela agama Islam dan sekuat tenaga berusaha menangkis atau menolak orang yang menghina Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah.[1]
Pernyataan tersebut akan menjadi sangat problematis jika dipahami secara harfiah. Seandainya dipahami secara substansial, maka ‘Aksi Bela Islam’ sebagaimana yang tengah berlangsung tak akan pernah terjadi. Bukankah kita sendiri, umat Islam, yang justru seringkali menghina Al-Qur’an karena tidak mampu mengamalkannya dalam praktik hidup sehari-hari secara total dan konsekuen?
Mungkin bagi kita, apa yang sedang diperjuangkan dalam ‘Aksi Bela Islam’ tidak lah substansial, bahkan berpotensi besar mereduksi ajaran Islam mengenai kemanusiaan yang bernilai universal. Namun kita juga tidak boleh naif dengan menganggap aksi semacam ini sesuatu yang homogen. Semua pihak yang terlibat di dalamnya membawa kepentingannya masing-masing dengan perekat utamanya adalah dugaan penistaan agama.
Kedua, Islam Moderat, sebagai penolak utama aksi. Penilaian Islam Moderat pada aspek teologis, dalam melihat ‘Aksi Bela Islam’ meskipun tepat, sayangnya masih terjebak pada penilaian esensialis. Melalui cara pandang semacam ini, Islam Moderat tidak bisa melepaskan diri dari prasangka yang dibangunnya sendiri yaitu bahwa setiap aksi massa, apalagi ketika diusung oleh pihak yang terlanjur dilabeli sebagai Islam fundamentalis, otomatis akan terjadi kerusuhan, atau berefek negatif secara sosial dan politik. Maka wajar jika kita dapati tanggapan mereka terhadap aksi massa cenderung alergi dan sinikal.
Donwload full Ebook klik link di bawah ini :
https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosEeXczWlNpbzRFczQ/viewDonwload Ebook Bela Islam atau Bela Oligarki
SEJARAH MADILOG
Ditulis di Rawajati dekat pabrik sepatu Kalibata Cililitan Jakarta. Disini saya berdiam dari 15 juli 1942 sampai dengan pertengahan tahun 1943, mempelajari keadaan kota dan kampung Indonesia yang lebih dari 20 tahun ditinggalkan. Waktu yang dipakai buat menulis Madilog, ialah lebih kurang 8 bulan dari 15 juli 1942 sampai dengan 30 maret 1943 (berhenti 15 hari), 720 jam, ialah kira-kira 3 jam sehari.
Buku yang lain ialah Gabungan Aslia sudah pula setengah di tulis. Tetapi terpaksa ditunda. Sebab yang pertama karena kehabisan uang. Kedua sebab sang Polisi, Yuansa namanya diwaktu itu, sudah 2 kali datang memeriksa dan menggeledah rumah lebih tepat lagi “pondok’’ tempat saya tinggal. Lantaran huruf madilog dan Gabungan Aslia terlampau kecil dan ditaruh di tempat yang tiada mengambil perhatian sama sekali, maka terlindung ia dari mata polisi. Terpeliharalah pula kedua kitab itu dan pengarangnya sendiri seterusnya dari mata dan tongkat kempei Jepang.
Lantaran hawa kediaman saya itu sudah agak panas dan bahaya kelaparan sudah mengintip, maka terpaksalah saya memberhentikan pekerjaan saya meneruskan menulis Gabungan Aslia. Saya bertualang di daerah Banten mencari nafkah sambil memperlindungkan diri pula.
Akhirnya saya dapat pekerjaan tetap di Tambang Arang, Bayah. Disinilah saya mendapat pekerjaan sedikit lebih tinggi dari romusha biasa, (maklumlah orang tak punya diploma dan surat keterangan!) sampai menjadi pengurus semua romusha dan penduduk kota Bayah dan sekitarnya dalam hal makanan, kesehatan, pulang-pergi dan sakit matinya romusha ribuan orang, dengan perantaraan kantor urusan prajurit pekerja.
Sebagai ketua Badan Pembantu Pembelaan (BPP) dan Badan Pembantu Prajurit Pekerja (BP3), saya akhirnya sampai dipilih menjadi wakil daerah Banten ke kongres Angkatan Muda yang dijanjikan di Jakarta, tetapi tak jadi itu (bulan Juni 1945). Disinilah saya berjumpa dengan pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dll. yang sekarang mengambil bagian dalam pergerakan Persatuan Perjuangan. Juga dengan pemuda lainnya umpamanya seorang jurnalis yang amat dikenal di sekitar Bayah ketika itu, tak lebih dan tak kurang dari Bang Bejat, alias Anwar Tjokroaminoto dan saudaranya. Resan minyak ke minyak, resan air ke air, kata pepatah.
Demikianlah pengarang ini yang pada masa Jepang itu memperkenalkan dirinya dengan nama ILJAS HUSSEIN, dengan jalan memutar sampai juga ke golongan yang dicari yang mulai mengambil bagian besar dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, ialah golongan pemuda. Pekerjaan revolusioner di samping pemuda itu sampai sekarang terus berlaku, yakni Persatuan Perjuangan yang sudah mulai menulis sejarah. Atas permintaan pemuda pulalah Madilog sekarang akan disebarkan di antara mereka yang rasanya sanggup menerimanya.
Pena merayap di atas kertas dekat Cililitan, di bawah sayapnya pesawat Jepang yang setiap hari mendengungkan kecerobohannya di atas pondok saya. Madilog ikut lari bersembunyi ke Bayah Banten, ikut pergi mengantarkan romusha ke Jawa tengah dan ikut menggeleng-geleng kepala memperhatikan proklamasi Republik Indonesia. Di belakang sekali ikut pula ditangkap di Surabaya bersama pengarangnya, berhubung dengan gara-gara Tan Malaka palsu………………bahkan hampir saja Madilog hilang.
Baru 3 tahun sesudah lahirnya itu, Madilog sekarang memperkenalkan dirinya kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang sudah mendapat minimum latihan otak, berhati lapang dan seksama serta akhirnya berkemauan keras buat memahamkannya.
TAN MALAKA
Lembah Bengawan Solo, 15 Maret 1946.
Untuk donwload full ebook klik link di bawah sini :
Donwload Ebook Tan Malaka : MADILOG
Apa itu Aksi Massa? menjadi sebuah pertanyaan besar bagi pikiran setiap insan, dengan dua buah kata yang maknanya masih global. Buku Aksi Massa karya Tan Malaka ini adalah sebuah buku yang menurut sang penulis wajib di miliki, dibaca dan di renungkan oleh setiap manusia yang ingin menjadi seorang Revolusioner Sejati. Tidak bisa dipungkiri bahwa penulis buku ini, Tan Malaka adalah seorang pejuang tangguh dari daerah sumatra barat. Beliau dilahirkan di masa pra kemerdekaan. Karena kegigihan beliau dalam melawan imperialisme asing yakni belanda, beliau harus rela diasingkan dari penjara ke penjara oleh kaum penjajah. Namun semangatnya tak mudah dirobohkan, demi memperjuangkan kaum buruh menuntut keadilan dengan berbagai aksi-aksi mogoknya bersama kaum proletar kala pra kemerdekaan.
Tulisan-tulisan di buku ini ditulis sebelum pra kemerdekaan, jadi di dalam buku ini selain menjadi pecutan semangat dan motivasi bagi kaum pergerakan, namun juga menceritakan keadaan di masa penjajahan. Dalam buku ini, Tan Malaka ingin menunjukkan pemikirannya bahwa upaya perebutan kekuasaan dengan radikal (putch) bukanlah solusi terbaik. Baginya “Putch itu adalah satu aksi segerombolan kecil yang bergerak diam-diam dan tak berhubungan dengan rakyat banyak”. Gerombolan itu biasanya hanya membuat rancangan menurut kemauan dan kecakapan sendiri tanpa memperdulikan perasaan dan kesanggupan massa. Para pegiat putch lupa bahwa revolusi timbul dengan sendirinya dengan hasil dari berbagai macam keadaan. Bila para pegiat putch pada waktu yang telah ditentukan oleh mereka sendiri, keluar tiba-tiba, massa tidak akan memberikan pertolongan kepada mereka. Bukan karena massa bodoh atau tidak memperhatikan, melainkan karena massa hanya berjuang untuk kebutuhan yang terdekat dan sesuai dengan kepentingan ekonomi. Agar sebuah gerakan dapat mencapai tujuannya, Tan Malaka menawarkan aksi massa sebagai solusinya.
Aksi massa tidak mengenal fantasi kosong seperti para pegiat putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi massa berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka. Hal ini terjadi disebabkan oleh kemelaratan besar (krisis ekonomi dan politik) dan sangat mungkin berubah menjadi kekerasan. Sebagian aksi massa ditunjukan dengan bentuk “pemogokan atau pemboikotan”. Menurut Tan Malaka, aksi massa membutuhkan pemimpin yang revolusioner, cerdas, tangkas, sabar dan cepat menghitung kejadian yang akan datang, waspada politik. Selain hal tersebut dalam buku ini juga menceritakan ikhtisar riwayat Indonesia dari masa ke masa, macam-macam imperialisme dengan segala bentuknya, keadaan rakyat Indonesia dari berbagai aspek, mulai dari keyakinan, sosial dan politik serta sekilas menceritakan gerakan kemerdekaan Indonesia yang dilakukan oleh berbagai partai bourjuis bumiputra.
Kelebihan dari buku ini yakni adanya sebuah ikhtisar riwayat bangsa dan pengaruh dari berbagai aspek mulai dari keyakinan, sosial dan politik serta menceritakan keadaan rakyat Indonesia secara sistematis di masa pra kemerdekaan sebagai pengantar agar para pembaca mengetahui kenapa kaum proletar harus melakukan aksi massa pada saat itu demi menegakkan keadilan dan kemakmuran bersama. Selain itu di akhir bagian dari buku ini juga tertulis program-program revolusioner para kaum proletar yang sifatnya kondisional, jadi selain dapat dilaksanakan di masa pra kemerdekaan namun juga mampu di implementasikan pasca kemerdekaan dan bisa menjadi referensi dan motivasi bagi kaum pergerakan dan proletar saat ini. Buku ini membuat para pembaca untuk berpikir sebelum masa kemerdekaan dan menjadikan para pembaca seakan-akan terbawa pada zaman itu serta mampu menjadi motivasi bagi para pemuda untuk tetap terus bergerak menegakkan keadilan dan kemakmuran serta turut andil demi kesejahteraan bersama.
Baca Selengkapnya : Link https://drive.google.com/file/d/0B7LodlTvyosEWE91M1JDVDlJUXM/view